KASUS
BBM
Penetapan kebijakan soal BBM bersubsidi
ini nyaris selalu mengalami deadlock. Masing-masing pihak selalu
ingin terlihat membela rakyat, walaupun pada akhirnya yang dibela bukanlah
kepentingan rakyat, melainkan suara dalam pemilihan umum berikutnya. Akhirnya
tidak ada kebijakan nyata yang diambil sampai terlalu terlambat, seperti saat
ini.
Kebijakan yang bisa diambil hanyalah
basa-basi seperti himbauan atau bahkan fatwa haram MUI. Seperti yang dapat
diduga sebelumnya, kebijakan semacam itu bukanlah solusi.
Setelah bertahun-tahun melihat kenyataan
seperti ini, rasanya terlalu jauh untuk mengharapkan politisi mengerjakan
tugasnya secara konvensional dalam menyelesaikan benang kusut subsidi BBM,
masalah warisan orde baru yang sudah empat dasawarsa menghantui kita semua.
Harus dicari cara baru yang realistis untuk dieksekusi para pengambil keputusan
di negara ini tanpa harus mereka merelakan modal politik masing-masing.
Cara yang ingin saya usulkan adalah pendistribusian
merata, atau
lebih spesifik lagi “pendistribusian merata opsi beli”.
Salah satu masalah utama dari subsidi BBM
adalah ketidakadilan. Jika harga pasar BBM adalah Rp 8500/liter dan karena
subsidi dijual menjadi Rp 4500/liter, maka ada selisih Rp 4000/liter. Rp
4000/liter ini merupakan harga yang disubsidi, bisa berupa real
cost atau punopportunity cost.
Jika A membeli 10 liter dan B membeli 100 liter, maka B mendapatkan subsidi
lebih banyak daripada A, yaitu sebesar Rp 360 ribu. Rp 360 ribu ini merupakan
selisih subsidi yang diperoleh A dan B. Ini jelas tidak adil, terutama bagi A.
Jika C sama sekali tidak membeli BBM
(seperti tidak sedikit warga negara Indonesia), maka C tidak mendapatkan
subsidi sama sekali, tidak seperti A atau B. Ini tentu lebih tidak adil lagi.
Ide saya adalah dari sekian banyak
BBM yang dapat diproduksi oleh Indonesia, setiap warga negara Indonesia
mendapatkan opsi beli BBM bersubsidi yang sama rata, misalnya 100
liter/tahun/orang. Setiap warga negara setiap tahunnya dibagikan kupon sebanyak
100 lembar. Kupon ini dapat digunakan untuk membeli satu liter BBM dengan harga
subsidi, misalnya Rp 3000.
Jika seseorang kehabisan kupon, maka
orang tersebut tidak diperkenankan untuk membeli BBM bersubsidi. Dia punya
pilihan untuk membeli kupon dari orang lain (seperti C yang tidak menggunakan
BBM), atau membeli BBM impor dengan harga pasar. Berapa harga kupon yang dibeli
dari orang lain ini? Terserah penjualnya ingin menjual dengan harga berapa.
Dengan cara ini, C yang tidak menggunakan BBM pun dapat merasakan manfaat dari
subsidi BBM.
Jumlah kupon yang didapatkan setiap warga
negara tentunya harus direvisi terus menerus, tergantung dari jumlah produksi
BBM dan jumlah populasi.
***
Sistem tersebut mungkin masih jauh dari
sempurna. Berikut adalah beberapa pengembangan yang terpikir oleh saya:
- Pembagian kupon dilakukan bukan per orang, tapi per kepala keluarga. Ini untuk menghindari lonjakan peningkatan populasi akibat keinginan untuk mendapatkan subsidi lebih banyak.
- Warga di daerah penghasil minyak mendapatkan kupon lebih banyak daripada daerah bukan penghasil minyak.
- Kupon dapat ditukarkan dengan hal-hal seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan dengan harga di bawah harga pasar. Ini untuk menghindari digunakannya kupon untuk membeli barang non produktif, seperti rokok dan semacamnya.
- Untuk mencegah besarnya disparitas antara jumlah kupon yang beredar dan besar produksi BBM, dan untuk mencegah penimbunan kupon, maka kupon dibuat kadaluwarsa dalam jangka waktu tertentu, misalnya tiga bulan.
Di atas saya contohkan pendistribusian
merata sebesar 100 liter/tahun/orang. Untuk memberi gambaran berapa besar
penjatahan yang tepat
Sebagai perbandingan, negara lain yang pernah
melakukan hal serupa adalah Iran. Tanggal 27 Juni 2007, Presiden Ahmadinejad melakukanpenjatahan BBM bersubsidi yang kurang lebih sama seperti ide
yang saya paparkan di atas. Pendistribusian merata ini berlangsung selama tiga
tahun sampai Juli 2010. Setelah itu, Iran dengan total menghapuskan sistem
subsidi BBM dan menggantikannya dengansistem subsidi bertarget.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar