KOFI ANNAN
(Mantan Sekjen PBB)
Kofi Annan boleh dikata termasuk sekjen PBB
yang sukses, tapi ia banyak dikritik lewat kecenderungan politiknya selama
menjabat sebagai sekjen PBB. Kofi Annan selama menjabat sebagai Sekjen PBB
berusaha mengarahkan lembaga ini sesuai dengan kebijakan Sistem Bipolar dunia
dan Globalisasi hegemoni Amerika. Ia juga menyoal prinsip-prinsip ideologi PBB
dan melemahkan kemampuan lembaga internasional ini untuk mencegah munculnya
konflik di dunia. Sekalipun demikian, kini Kofi Annan ditunjuk sebagai wakil
khusus PBB untuk menyelesaikan krisis Suriah.
Kofi Annan, mantan Sekjen PBB menjadi wakil
khusus bersama Ban Ki-moon, Sekjen PBB sekaligus pemenang hadiah Nobel
Perdamaian dan Nabil al-Arabi, Sekjen Liga Arab yang ditugaskan untuk berunding
mencari solusi damai krisis Suriah. Dengan mencermati latar belakang dan rapor
cemerlang Kofi Annan, semua pihak menyambut terpilihnya ia untuk menengahi
masalah krisis Suriah.
Tapi pertanyaan penting dalam hal ini,
sebenarnya Kofi Annan, diplomat senior internasional ini mewakili siapa? Siapa
saja yang mengantarkannya pada posisi saat ini? Apa kecenderungan politik Kofi
Annan? Dan apa sebenarnya komitmen Kofi Annan dalam penugasan barunya ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak pernah
disikapi terbuka. Semua tampak diam dan tidak ingin berbicara tentang masalah
ini, demi menggambarkan sosok netral Kofi Annan dalam penugasannya ini.
Kofi Annan Dibesarkan oleh Ford
Institute dan CIA
Kofi Annan dan saudari kembarnya Efua Atta
lahir pada 8 April 1938 dari sebuah keluarga aristokrat di Gold Coast, daerah
jajahan Inggris. Ayahnya, Henry Reginald adalah kepala suku Fante dan gubernur
provinsi Asante ("Kofi
Annan – The Man To Save The World?", Saga Magazine, November 2002).
Sekalipun ia menentang pemerintahan Inggris, tapi tetap saja menjadi pelayan
loyal kerajaan Inggris. Reginald bersama tokoh-tokoh lain ikut dalam gerakan
anti kolonialisme Inggris, tapi ia menatap kebangkitan Qiwam Nakromeh dengan
penuh keragu-raguan.
Tapi upaya yang dilakukan Qiwam Nekromeh
berhasil memerdekakan negaranya dari Inggris pada 1957 dengan nama negara Ghana. Pada
waktu itu Kofi Annan berusia 19 tahun. Sekalipun ia tidak punya peran dalam
kemenangan revolusi Ghana,
tapi ia terpilih sebagai wakil "Forum Nasional Mahasiswa". Sejak
itulah ia telah diawasi dengan serius oleh pemburu bakat senior Ford Institute
dan mereka mulai memperkenalkan Kofi Annan sebagai "Pemimpin Muda".
Dari sini, Kofi Annan diundang untuk kuliah selama satu semester di Universitas
Harvard. Ketika Ford Institute menyaksikan ketertarikan Kofi Annan kepada
Amerika, mereka akhirnya memutuskan untuk membiayai kuliahnya hingga selesai.
Pada awalnya Kofi Annan kuliah ekonomi di Macalester College di Minnesota,
kemudian ia menyelesaikan S2 jurusan hubungan internasional di Graduat
Institute Of International Studies di Jenewa. Pasca berakhirnya Perang Dunia
II, Ford Institute telah berubah menjadi alat tidak resmi kebijakan luar negeri
Amerika dan aktivitas terselubung CIA ("Ford Foundation, a
philanthropic facade for the CIA," Voltaire Network, 5 April 2004, and
"Pourquoi la Fondation Ford subventionne la contestation," by Paul
Labarique, Réseau Voltaire, 19 April 2004).
Periode pendidikan Kofi Annan di luar negeri
(1959-1961) bersamaan dengan tahun-tahun paling sulit gerakan hak-hak sipil
warga kulit hitam Amerika, yakni dimulainya perjuangan Martin Luther King.
Dalam pandangan Kofi Annan, gerakan ini sama dengan gerakan anti Kolonialisme Ghana, tapi
kembali lagi Kofi Annan ternyata tidak ikut dalam gerakan ini. (Who is Kofi Annan? The United
Nations "Peacekeeper" Handpicked by the CIA, Thierry Meyssan, March
31, 2012)
Para
mentor Kofi Annan yang mengetahui perilaku keberhati-hatian politiknya mulai
membuka pintu-pintu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuknya dan dengan demikian
Kofi Annan memulai profesi resminya. Setelah tiga tahun bekerja di WHO ia
diangkat menjadi Komisaris Ekonomi Afrika di Addis Ababa. Tapi ternyata Kofi
Annan tidak mampu menunjukkan kapabilitasnya untuk bekerja di PBB, akhirnya ia
kembali ke Amerika untuk melanjutkan studinya pada jurusan managemen di
Massachusetts Institute of Technology (MIT) dari tahun 1971 hingga 1972.
Setelah berupaya keras, ia kembali ke negaranya dan diangkat menjadi Kepala
Pengembangan Pariwisata, namun Kofi Annan kembali lagi ke PBB pada 1976 karena
bermasalah dengan pemerintah militer Ghana.
Sebuah Keberhasilan dengan
Tragedi Kegagalan
Kofi Annan memiliki banyak posisi di PBB,
termasuk penugasan di UNEF II (pasukan perdamaian untuk mengawasi proses
gencatan senjata antara Mesir dan Israel pasca Perang Oktober 1973).
Setelah itu ia diangkat menjadi Komisaris Komisi Tinggi PBB untuk Urusan
Pengungsi (UNHCR).
Pada masa ini, ia berkenalan dengan Nane
Lagergren Master, isteri keduanya dan kemudian menikahinya. Nane adalah seorang
pengacara Swedia dan berasal dari keluarga Raoul Wallenberg dan pernah menjadi
utusan khusus Swedia di Budapest
pada Perang Dunia II. Wallenberg memiliki hubungan khusus dengan orang-orang
Yahudi dan juga menjadi anggota OSS,
dinas rahasia Amerika sebelum berganti menjadi CIA. Perkawinannya dengan Nane
Lagergren Master boleh dikata berhasil dan membuka banyak pintu bagi Kofi
Annan, padahal sebelumnya ia tidak mampu melewatinya, khususnya pintu-pintu
organisasi Yahudi.
Javier Perez de Cuellar, Sekjen PBB waktu itu
menunjuk Kofi Annan sebagai Asisten Sekjen PBB dan Manager Sumber Daya Manusia,
Keselamatan dan Keamanan Karyawan PBB dari tahun 1987-1990. Dengan
menggabungkan Kuwait
ke Irak, sekitar 900 karyawan PBB tinggal di negara ini. Kofi Annan berhasil
melakukan perundingan dengan rezim Saddam Husein agar membebaskan karyawan PBB.
Keberhasilan ini meningkatkan popularitas Kofi Annan di PBB. Setelah itu Kofi
Annan menjadi penanggung jawab anggaran PBB dari tahun 1990-1992. Kofi Annan
juga ikut dalam operasi-operasi perdamaian di masa Boutros Boutros-Ghali
(1993-1996) dan dalam waktu singkat ia menjadi utusan khusus PBB di Yugoslavia.
Menurut Jenderal Romeo Dallaire, Komandan
Pasukan Perdamaian PBB di Rwanda yang berasal dari Kanada, Kofi Annan tidak
menjawab permintaannya yang disampaikan berkali-kali dan menjadi orang paling
bertanggung jawab terkait pembersihan etnis sekitar 800 ribu orang penduduk
negara ini. (Shake Hands with the Devil :
The Failure of Humanity in Rwanda,
by Roméo Dallaire, Arrow Books Ltd, 2004)
Skenario yang sama juga dilakukan Kofi Annan
ketika 400 pasukan penjaga perdamaian PBB ditawan oleh pasukan Serbia. Kofi
Annan tidak peduli dengan permintaan berkali-kali Jenderal Bernard Janvier dan
mengizinkan pembantian yang semestinya dapat dicegah itu terjadi.
Kofi Annan Mengaku Kesalahan
dan Terpilih
Di akhir tahun 1996, Amerika memveto
pemilihan kembali Boutros Boutros-Ghali sebagai Sekjen PBB dan berhasil
mengantarkan kandidat yang diinginkannya menjadi sekjen PBB. Pribadi ini tidak
lain adalah Kofi Annan. Kegagalannya di Rwanda dan Bosnia dicitrakan sedemikian rupa
sehingga menjadi kelebihan Kofi Annan. Karena ia sendiri mengaku kesalahan itu
dan berjanji akan melakukan perbaikan dalam sistem PBB agar dapat mencegah
terjadinya peristiwa semacam itu. Dengan demikian ia terpilih sebagai Sekjen
PBB pada Januari 1997.
Sekjen PBB
Pasca terpilihnya sebagai sekjen PBB, Kofi
Annan langsung menggelar pertemuan tertutup selama dua hari yang
diselenggarakan khusus hanya untuk 15 orang wakil negara-negara anggota PBB.
Pertemuan yang diselenggarakan secara tertutup di Pocantico Conference
Center ini ternyata
disponsori oleh Rockefeller Brothers Fund. Bertentangan dengan tata tertib PBB,
ternyata reformasi yang disampaikannya hanya dibicarakan dengan wakil-wakil
negara yang diyakininya akan mendukungnya.
"Global Compact"
Intervensi Atas Nama PBB
Inovasi paling penting Kofi Annan adalah
sebuah program yang disebut "Global Compact" yang tujuannya adalah
memobilisasi masyarakat sipil untuk dunia yang lebih baik. Berdasarkan program
ini, para pemilik modal, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat berkumpul
untuk membicarakan masalah hak asasi manusia, standar buruh dan lingkungan hidup.
Lihat: (http://www.unglobalcompact.org/aboutthegc/thetenprinciples/index.html)
Program ini pada kenyataannya merupakan upaya
untuk melemahkan kekuatan pemerintah sebuah negara dan meningkatkan kemampuan
perusahaan-perusahaan multi nasional dan organisasi-organisasi yang secara
lahiriah "non pemerintah", tapi dananya didukung secara
sembunyi-sembunyi oleh kekuatan-kekuatan besar. Kofi Annan pada hakikatnya telah
mengubur Piagam San Francisco (Piagam PBB) dengan memperkuat para pelobi
sebagai partner PBB. Karena tujuan pembentukan PBB adalah mencegah perang tapi
yang dilakukan Kofi Annan saat itu bukan lewat pengakuan kesamaan hak antara
bangsa kecil dan besat, tapi mendukung kebersamaan demi kepentingan pribadi.
Pada dasarnya Global Compact merupakan
penyelewengan dari logika tapi diterima oleh dunia berdasarkan manfaat umum
dari aturan internasional menuju logika Anglo Saxon, dimana manfaat umum hanya
khayalan. Sementara managemen yang baik adalah mengumpulkan paling banyak
jumlah kepentingan khusus.
Selama periode kepemimpinan Kofi Annan di PBB
(1997-2006) merupakan refleksi dari kenyataan sebuah era sejarah di mana telah
terbentuk dunia dengan sistem Bipolar dan ketaatan terhadap globalisasi
hegemoni Amerika menjadi alasan tumbangnya kekuatan pemerintah di negara-negara
atau pribadi-pribadi yang menjadi wakil rakyatnya.
Strategi program Global Compact sama seperti
lembaga National Endowment for Democracy (NED) yang bertentangan dengan slogan
yang dimilikinya justru berusaha memanipulasi proses demokrasi demi kepentingan
CIA. (http://www.voltairenet.org/a166549).
Mereka yang berkepentingan dari penerapan globalisasi melihat akan mendapat
keuntungan bila ikut dalam program Global Compact. Karena dengan demikian
mereka dengan mudah melemahkan posisi pemerintah dan rakyat. Kini perdamaian
sudah bukan menjadi tujuan pertama PBB. Karena Dunia Bipolar memiliki polisi
dan itu adalah Amerika. Dengan demikian, PBB dapat menarik segala bentuk protes
ke dalam dirinya guna membuktikan instabilitas dunia dan kenyataan ini dengan
sendirinya menjusfitikasi agresi Amerika dan hegemoninya.
Doktrin Kofi Annan
Kofi Annan dalam pidatonya pada 20 September
1999 di Majelis Umum PBB menyinggung pengalamannya selama bertugas di Rwanda
dan Bosnia lalu menyatakan bahwa banyak negara yang tidak berhasil melaksanakan
tugasnya membela rakyat. Annan kemudian mengambil kesimpulan bahwa kedaulatan
sebuah negara merupakan prinsip mendasar Piagam PBB, tapi telah menjadi
penghalang untuk melindungi HAM. Doktrin Kofi Annan ini pada hakikatnya
merupakan justifikasi bagi intervensi negara-negara besar dan itu dengan mudah
disaksikan pada operasi-operasi militer yang dilakukan tahun 2011 di Libya ("UN security council
resolution 1973 in favour of a no-fly zone in Libya," Voltaire Network, 17
March 2011) dan juga telah membuka jalan untuk mencampuri urusan
Suriah.
Program Oil For Food
Di masa kepemimpinan Kofi Annan di PBB dan di
antara tahun 1996-2003 ia mengusulkan program Oil for Food (Minyak untuk
Makanan) terkait Irak dan diterapkan oleh PBB. Tujuan dari program ini adalan
memberikan jaminan bahwa hasil penjualan minyak hanya akan dipakai untuk kebutuhan
rakyat Irak, dan bukan untuk membiayai kegilaan Saddam. Sekalipun Irak telah
diembargo dunia dan diawasi langsung oleh Kofi Annan, tapi program ini akhirnya
digunakan oleh Amerika dan Inggris untuk memeras Irak hingga waktu serangan ke
negara ini tiba. ("Annan: Génocide en Iraq et Paix en Syrie?," by Hassan Hamade,
As-Safir (Lebanon),
Réseau Voltaire, 22 March 2012). Rakyat Irak selama bertahun-tahun
mengalami gizi buruk dan menderita akibat tidak adanya obat-obatan. Beberapa
pejabat dalam program ini menyebutnya sebagai "Kejahatan Perang" dan
akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya. Di antara mereka ada Hans Von
Sponeck, Asisten Denis Halliday menyebut program ini menjadi faktor pembersihan
etnis 1,5 juta rakyat Irak termasuk sedikitnya 500 ribu anak. ("United
Nations implications in war crimes," by Silvia Cattori, Voltaire Network,
23 March 2007)
Upaya Kofi Annan di Kenya
Setelah menjabat selama 10 tahun sebagai
sekjen PBB, Kofi Annan masih melakukan aktivitasnya di lembaga-lembaga swasta.
Pada bulan Desember 2007, pemilu Kenya berubah
menjadi konflik dalam negeri. Mwai Kibaki dalam pemilu presiden Amerika
berhasil mengalahkan Raila Odinga, calon yang dijagokan Washington. Ada yang mengatakan bahwa Odinga masih
memiliki hubungan kekeluargaan dengan Barack Obama, Senator Amerika. Sementara
Senator John McCain menyoal hasil pilpres Kenya dan mengajak warga dengan
revolusi pesan pendek (SMS). Hanya dalam beberapa hari 1000 orang tewas dan 300
ribu warga Kenya
menjadi pengungsi. Madeleine Albright mengusulkan agar Oslo Center Peace Human
Rights menjadi mediator. Lembaga ini segera mengirim dua wakilnya; Kjell
Magne Bondevik, mantan Perdana Menteri Norwegia dan Kofi Annan, dimana keduanya
adalah angggota komisaris Oslo Center.
Menyusul mediasi ini, presiden Kenya yang
terpilih akhirnya menyerah pada keinginan Amerika. Ia mengamandemen UUD dan
sebagian dari kekuasaannya harus diberikan kepada perdana menteri dan setelah
itu Raila Odinga diangkat sebagai Perdana Menteri Kenya.
Kofi Annan saat ini memiliki dua jabatan
penting. Pertama sebagai Presiden The Africa Progres Panel (APP). Lembaga ini dibentuk
oleh Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris setelah dilaksanakannya
pertemuan kelompok G-8 di Gleeneagles dengan tujuan menjamin akses media
Kementerian Pembangunan Internasional Inggris. Lembaga ini menunjukkan
aktivitas yang tidak seberapa untuk memperbaiki kondisi Afrika.
Kedua, Kofi Annan menjabat Presiden Alliance
for a Green Revolution in Africa (AGRA). Tujuan dari lembaga ini adalah mencari
solusi pangan lewat teknologi bagi benua Afrika. Pada dasarnya lembaga ini
tidak lebih dari lembaga lobi yang didirikan oleh Bill Gates dan Rockefeller
Institute guna mendistribusikan produk hasil rekayasa genetika yang diproduksi
oleh Monsanto, DuPont, Dow, Syngenta dan perusahaan-perusahaan lain. Banyak
pakar independen yang meyakini bahwa menggunakan produk hasil rekayasa genetika
yang tidak dapat diproduksi ulang, selain merusak lingkungan hidup, juga
membuat para petani untuk selamanya bergantung pada supplier dan perlahan-lahan
yang terjadi adalah jenis lain dari kolonialisme manusia.
Kofi Annan di Suriah
Dengan mencermati latar belakang Kofi Annan,
pertanyaannya adalah mengapa diplomat senior ini harus datang ke Suriah?
Mengapa bukan Ban Ki-moon, Sekjen PBB saat ini sendiri yang harus pergi ke
Suriah? Harus diketahui bahwa Ban Ki-moon saat ini semakin buruknya akibat
sikapnya yang tunduk pada Amerika dan masih dihadapkan sejumlah skandal ("An
Open Letter to the dishonorable Ban Ki-moon," by Hassan Hamade, As-Safir
(Lebanon), Voltaire Network, 27 January 2012). Sementara sekalipun
melihat latar belakang Kofi Annan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
tapi sampai saat ini citranya masih positif.
Kofi Annan menerima tugasnya sebagai utusan
khusus dari PBB dan Liga Arab dengan melihat ada harapan yang saling
kontradiktif. Sebagian analis melihat Kofi Annan diutus bukan untuk menciptakan
perdamaian, tapi rencananya ia akan menjadi penghias perdamaian yang telah
disepakati oleh kekuatan-kekuatan besar dunia. Sementara sebagian lainnya
berharap Kofi Annan akan mengulangi kembali pengalamannya di Kenya dan tanpa
menimbulkan jatuhnya banyak korban, ia dapat melakukan perubahan di Suriah.
Selama beberapa pekan lalu, Kofi Annan
terlihat fokus menyampaikan peran yang dibawanya. Peran ini pada intinya naskah
revisi dari usulan Sergei Ivanov, Wakil Perdana Menteri Rusia. Usulan itu
kemudian diperbaiki oleh Kofi Annan agar dapat diterima oleh Amerika dan
sekutunya. Selain itu, Kofi Annan mengumumkan dirinya berhasil meyakinkan
Bashar Assad agar mengirim Farouk al-Sharaa berunding dengan kelompok oposisi.
Begitu juga ia menyebut sejumlah program lain yang telah berhasil
direalisasikannya. Masalah ini berarti Suriah telah memberikan konsensi kepada
Dewan Keamanan Teluk Persia
(P-GCC).
Pada intinya, Bashar Assad selama setahun ini
menjadi ketua perundingan, tapi Arab Saudi dan Qatar menolaknya. Menurut mereka,
karena Bashar Assad adalah seorang Alawi maka ia harus mengundurkan diri dan
kekuatan harus diberikan kepada wakilnya yang sunni. Dengan dasar ini,
tampaknya utusan khusus PBB dan Liga Arab ini tengah berusaha menyusun jalan
bagaimana negara-negara yang tidak menyetujui Bashar Assad agar dapat menyerang
Suriah dan menerapkan legenda sebuah revolusi demokratik yang selalu banjir
darah.
Bagaimanapun juga, dua wajah Kofi Annan
dengan mudah dapat disaksikan. Ketika bertemu dengan Bashar Assad di Damaskus,
ia menyatakan kepuasannya, tapi begitu menjejakkan kakinya di Jenewa, Annan
ganti mengatakan putus asa akan sikap Bashar Assad. Dan seperti biasanya, tidak
ada juga yang menanyakan niat sebenarnya Kofi Annan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar